Oknum Bidan di Pekanbaru Dipolisikan

Rabu, 21 April 2021

Ilustrasi bayi (int)

PEKANBARU - Seorang oknum bidan di Pekanbaru DN dilaporkan ke Polda Riau lantaran diduga memperjualbelikan seorang bayi, hasil hubungan diluar nikah KR.

DN yang diketahui buka praktek di Simpang Tiga, sebelumnya turut membantu dalam persalinan KR hingga melahirkan bayi laki-laki pada 23 Desember 2020.

Ketua Komnas Perlindungan Anak Provinsi Riau Dewi Arisanti menceritakan, KR yang saat itu tengah mengandung mencari seorang bidan untuk membantunya dalam proses persalinan. Saat tersebut usia kandungan KR baru 6 bulan.

"Ia mencari bidan untuk membantu persalinan guna menutupi aib keluarga bahwa KR hamil di luar nikah. Selain itu juga tak memiliki biaya persalinan. Kemudian bertemulah dengan DN yang menawarkan akan mencarikan orang tua asuh untuk merawat bayi KR," terangnya saat ditemui di Balai Rehabilitasi Sosial Anak Perlindungan Khusus (BRSAPK) Riau, Selasa (20/04/2021).

Kala itu, DN juga memberikan obat serta susu kepada KR. Kemudian memasuki usia kandungan 8 bulan, oknum bidan juga mengajak KR untuk melakukan cek kandungan di salah satu rumah sakit yang ada di Kota Pekanbaru. Namun, DN bercerita bahwa dia belum menemukan orang tua asuh yang dijanjikan diawal tadi.

Akhirnya, KR tepat pada 23 Desember 2020 melahirkan bayi laki-laki dimana persalinannya dibantu oleh DN. Setelah itu DN memberikan uang Rp3 juta, uang untuk BPJS Rp500 ribu, uang baju anak Rp500 ribu. Sehingga totalnya Rp4 juta diberikan kepada KR. Namun, bayi tersebut ditinggal di tempat DN.

"Setelah 4 bulan, KR kemudian mengetahui bahwa anaknya sudah tak berada di kediaman bidan itu. Alasannya, anak tersebut diserahkan kepada orang yang ingin mengasuh, namun tidak sesuai dengan prosedur asuh anak, dan dari pengasuhnya itu juga mengaku ada memberikan sejumlah uang kepada oknum bidan, namun jumlahnya kami tidak tau, biar pihak kepolisian yang mendalaminya," jelasnya.

Menurut Dewi, adopsi anak secara ilegal terjadi apabila pengangkatan anak itu tidak dilengkapi surat-surat yang sah. Seperti tidak disertai permohonan pengangkatan anak ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Perlindungan Anak 2014 UU Perlindungan Anak.

Jika tidak dilakukan sesuai dengan prosedur hukum, maka adopsi itu disebut sebagai adopsi ilegal.

Lanjutnya, setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, atau perdagangan anak. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 76F UU Perlindungan Anak. 

"Ketentuan sanksinya dapat kita lihat dalam Pasal 83 UU Perlindungan Anak. Bunyinya itu, Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76F dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15  tahun dan denda paling sedikit Rp60.000.000 dan paling banyak Rp300.000.000,00," tutupnya.***