Bagi yang Suka Tiduran Wajib Baca

Jumat, 25 Desember 2020

Ilustrasi tiduran

jurnalpekan.com - Masa pandemi mengharuskan kita mengurangi aktivitas di luar rumah karena bisa berdampak pada kesehatan, apalagi jika tubuh terlalu lama kurang aktivitas fisik.

Dirumah, perilaku kurang gerak, atau sedentary pasti terjadi bahkan sudah ada jauh sebelum pandemi virus Corona melanda.

Jumlahnya diperkirakan semakin meningkat karena situasi mengharuskan karantina wilayah di berbagai negara, termasuk Indonesia, dilakukan.

"Kalau dilakukan dalam waktu yang lama, waktu yang panjang, bisa menjadi gaya hidup," kata dokter spesialis kedokteran olahraga, Sophia Hage, dilansir dari akurat.co, Jumat (25/12/2020).

Perilaku kurang gerak atau sedentary merupakan segala kegiatan di luar waktu tidu r, yang hanya memerlukan sedikit energi, misalnya duduk dan menonton televisi.

Aktivitas yang tergolong sedentary bahkan menghabiskan energi lebih sedikit dibandingkan aktivitas ringan, seperti berdiri dan jalan kaki.

Perilaku kurang gerak ini akan menjadi gaya hidup atau kebiasaan setelah dilakukan selama enam jam atau lebih dalam durasi yang lama. 

Sedentary lifestyle juga bisa terjadi pada siapa saja, termasuk orang-orang yang rutin berolahraga setiap hari, jika kegiatannya banyak dihabiskan duduk di depan komputer, misalnya.

Sophia, mengutip data dari survei IFLS dan jurnal ilmiah The Lancet Global Health, populasi di Indonesia yang tergolong kurang aktivitas fisik pada 2007 berjumlah 19,9 persen, naik menjadi 30 persen pada 2016.

Dia juga mengutip Riset Kesehatan Dasar, bahwa pada 2018 terdapat 33,5 persen populasi yang kurang aktivitas fisik pada 2018.

Sementara pada populasi global, terdapat 27,5 persen yang kekurangan aktivitas fisik pada 2018. Dari populasi tersebut, perempuan lebih banyak kurang gerak (28,6 persen) dibandingkan laki-laki (23,4 persen).

Kekurangan aktivitas fisik tentu akan berdampak pada kesehatan individu dalam jangka pendek, misalnya mengalami nyeri punggung bagian bawah dan radang otot. Sedangkan, dalam jangka panjang, kurang gerak bisa menyebabkan ostheoporosis dan ostheoarthritis.

"Ketika terlalu sering duduk atau berbaring, fungsi otot-otot besar seperti paha dan punggung, yang semestinya digunakan untuk menyangga tubuh, tergantikan oleh kursi," kata mencontohkan.

Akibatnya, ada penurunan penyerapan gula dan lemak di sel tubuh. Ketika dua zat tersebut tidak digunakan tubuh untuk bergerak, maka kadar gula darah dan kolesterol akan tinggi dan bisa menimbulkan masalah kesehatan lainnya jika gaya hidup ini diteruskan.

Gaya hidup kurang gerak ini juga bisa meningkatkan risiko obesitas, hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Perilaku kurang gerak tidak hanya berakibat pada kesehatan fisik, namun juga bisa menyerang kesehatan mental. Pelaku sedentary lilfestyle berisiko tiga kali lipat mengalami gejala depresi dibandingkan mereka yang banyak bergerak.

Mereka yang kurang gerak ini juga bisa mengalami masalah finansial karena harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk mengakses layanan kesehatan dan produktivitas kerja terganggu jika sering sakit.