JAKARTA - Wakil Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fathan Subchi menegaskan, tidak ada perubahan fungsi lembaga dari rencana reformasi sistem keuangan yang tengah disiapkan dalam draf Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Dengan demikian, kewenangan pengawasan perbankan tetap berada di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan tidak kembali ke Bank Indonesia (BI).
Seperti beredar kabar, Badan Legislasi (Baleg) tengah membahas revisi UU Bank Indonesia (BI) Nomor 23 Tahun 1999, di mana salah satu isinya tertulis kewenangan pengawasan perbankan tidak lagi ditangan OJK tapi berpindah ke BI.
"Jadi draf yang beredar di luar itu kami pastikan dari hasil komunikasi, tidak ada dewan moneter dan tidak ada perubahan kelembagaan, kewenangan OJK tetap, kewenangan BI juga tetap. Tidak ada satu perubahan yang signifikan," kata Fathan dalam rilis OJK Riau, belum lama ini.
Fathan mengatakan, yang menjadi masalah bukan dari lembaganya, apabila terdapat kritik kepada OJK mengenai beberapa sektor keuangan yang mengalami masalah seperti industri asuransi.
"Tapi kita beri jaminan dan informasi bahwa tidak ada perubahan kelembagaan, OJK sesuai fungsinya, BI sesuai fungsinya," sebutnya.
Fathan mengaku, yang terjadi di perbankan, masalah likuiditas dibeberapa kelompok, khususnya bank umum kegiatan usaha (BUKU) I. Padahal, BI memiliki pinjaman likuiditas jangka pendek (PLJP) yang bisa dimanfaatkan oleh perbankan yang mengalami kendala likuiditas, tapi syaratnya terlalu rumit.
"BI ada fasilitas jangka pendek itu rumit, ada 12 item yang harus dipenuhi. LPS bisa bantu intervensi, kalau bank gagal kan terjadi rush. Tapi kita dengar BI juga sudah mengubah syarat pinjaman jangka pendek," sebutnya.
Fathan memastikan, tidak ada perubahan kelembagaan, tapi lebih kepada penguatan masing-masing lembaga, seperti penguatan badan supervisi Bank Indonesia (BSBI) bisa ditingkatkan peranannya.
Selain itu fungsi LPS juga perlu diperkuat sehingga LPS bisa lebih proaktif, untuk dapat masuk lebih awal dalam mengantisipasi terjadinya bank gagal dengan menempatkan dana LPS di bank bermasalah tersebut.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menambahkan, rencana pengalihan pengawasan perbankan dari OJK ke bank sentral hanya merupakan bentuk emosional. Bentuk emosional itu tercipta karena pemerintah menganggap kinerja OJK tidak sesuai harapan dan berkontribusi kecil saat pandemi berlangsung. Padahal, dampak pandemi tidak hanya dirasakan oleh Indonesia, tapi seluruh dunia juga mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi.
"Adanya wacana dewan moneter dan pengembalian pengawasan OJK itu bentuk emosional, karena tidak sesuai harapan pemerintah dalam menghadapi masa di tengah krisis, padahal terjadi di semua negara," tutupnya. (rls)