Kanal

Delapan Puluh Persen Generasi Z Disebut Doyan Tidur Siang di Kantor

Jakarta - Para generasi kelahiran tahun 1997-2000-an alias dikenal dengan sebutan Generasi Z atau Gen Z percaya bahwa mereka memegang kendali atas karier mereka sendiri. Meski sempat terganggu oleh pandemi, banyak dari Gen Z kini sudah mengisi industri kerja. Meski belum dirasakan sepenuhnya, kehadiran mereka perlahan akan membawa nuansa dan budaya yang berbeda.

Para pekerja Gen Z memiliki lebih banyak kebebasan untuk melakukan hal-hal berbeda, termasuk untuk tidur siang saat bekerja. Meskipun tidur saat waktu bekerja tampak tidak bertanggung jawab, namun sebuah laporan baru-baru ini menunjukkan bahwa karyawan yang menganggap diri mereka tidur siang 18% lebih mungkin untuk mendapatkan promosi dibandingkan karyawan yang tidak tidur siang dalam setahun terakhir.

Plushbeds, produsen mewah untuk tempat tidur, kasur, dan bantal, menyurvei 1.000 orang Amerika untuk menyelidiki kebiasaan tidur siang para pekerja AS. Hasilnya menunjukkan dampak positif tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, tetapi juga di tempat kerja.

Mengutip CNBC International, studi yang diterbitkan pada Oktober 2021 ini menemukan bahwa tidur siang di tempat kerja lebih umum terjadi daripada yang tidak melakukannya. Dengan lebih dari dua orang dari tiga responden mengatakan mereka pernah tidur siang di tempat kerja sebelumnya.

Setidaknya 80% Gen Z mengakui bahwa mereka sering tidur siang di tempat kerja, dibandingkan dengan 70% dari generasi milenial. Tidur siang dianggap dapat membuat seseorang lebih produktif dan meningkatkan kreativitas di tempat kerja.
"Untuk meningkatkan produktivitas di tempat kerja, orang mengira waktu tidur siang yang ideal adalah 20 hingga 30 menit. Agar merasa lebih kreatif, responden merasa 10 sampai 20 menit sudah cukup," kata studi tersebut.

Menurut penelitian, nappers (mereka yang suka tidur siang) lebih cenderung berada dalam peran manajerial dan telah menerima promosi pada tahun lalu daripada non nappers. 55% nappers bekerja dalam peran manajerial, dibandingkan dengan 41% non nappers.

53% nappers juga telah menerima promosi pada tahun lalu, dibandingkan dengan 35% non nappers. 
Meskipun nappers tampaknya memiliki kualitas hidup yang lebih baik, tapi non nappers cenderung menghasilkan lebih banyak uang.

"Orang-orang yang tidak melakukan apa-apa di siang hari memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk mendapatkan US$ 100.000 atau lebih setiap tahunnya," menurut laporan tersebut.

Non-nappers juga menyebutkan masalah lain dengan tidur di tempat kerja, seperti grogi, ketidakmampuan untuk tidur di malam hari, dan tidak punya waktu untuk melakukannya.

Penulis mengutip artikel lain yang diterbitkan oleh Sleep.org pada bulan Maret, yang melaporkan bahwa 70% orang Amerika mengatakan bahwa mereka kurang tidur secara teratur, sehingga mereka memerlukan tidur di siang hari untuk menjalani hari dengan baik.

Oleh karena itu, banyak karyawan berpendapat bahwa harus ada penghapusan stigma negatif tentang tidur siang di tempat kerja. "Daripada dimarahi, banyak responden berpikir bahwa tidur siang harus diintegrasikan di tempat kerja," kata studi tersebut.

Beberapa bahkan menyarankan pengenalan ruang tidur siang, pod tidur siang, tunjangan untuk alat bantu tidur, dan bahkan istirahat tidur siang berbayar. Sementara yang lainnya akan sangat menghargai jika tidur siang didorong atau bahkan diizinkan ketika mereka sedang bekerja.

Sementara itu, ada beberapa fasilitas tidur yang ingin dilihat karyawan, dengan 42% menginginkan kamar tidur siang yang ditentukan. 36% responden hanya menginginkan diizinkan untuk tidur siang jika diperlukan, dan 32% menginginkan budaya tidur siang yang sehat di kantor mereka.

Ikuti Terus JurnalPekan

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER